petajatim.co, Sampang – Polemik tahapan pemilihan kepala desa (Pilkades) serentak 2019 di Kabupaten Sampang terus bergulir. Aksi protes warga terkait tahapan pilkades hingga saat ini masih terjadi.
Senin (04/11/19), ratusan massa yang mengatas namakan Aliansi Masyarakat Banjar Talela, Kecamatan Camplong melakukan aski damai di depan kantor Pemda.
Aksi tersebut, sebagai bentuk protes terhadap pemkab terkait dengan hasil tes tulis dan wawancara yang menggugurkan salah satu kandidat calon kepala desa atas nama Zaini.
Sambil berorasi, massa membentangkan spanduk dan membawa keranda mayat. Sebagai simbol matinya sistem demokrasi di Kota Bahari.
Ada enam tuntutan yang disampaikan dalam aksi tersebut. Yakni, meminta Bupati Sampang Slamet Junaidi untuk melakukan ujian ulang kepada bakal calon kepala desa (Bacakades) Banjar Talela secara terbuka, Bupati ikut andil melakukan pengawasan legislatif terkait ujian, dan membatalkan hasil tes tulis dan wawancara.
Kemudian, meminta semua pihak terkait untuk ikut andil dan berperan serta dalam malakukan fungsi kontrol sesuai tugas masing-masing, memberikan rasa keamanan dan kenyamanan bagi warga, dan yang terakhir ialah mewujudkan cita-cita demokrasi yang jujur, adil, dan konstitusional.
Tiga orang perwakilan dari massa ditemui Pj Sekertaris daerah (Sekda), Yuliadi Setiawan, dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Sampang di aula Pemkab.
Dalam pertemuan itu, Sekda dan dinas terkait mencoba mengurai semua permasalahan yang terjadi di bawah. Kemudian mencarikan solusi baik. Tujuannya, agar tahapan Pilkades di desa tersebut bisa berjalan dengan baik.
Rustam,43, warga desa Banjar Talela menilai bahwa, ada sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan tes tulis dan wawancara yang telah diselenggarakan pada 10 Oktober 2019.
Kejanggalan yang dimaksud antara lain, tes tulis dan wawancara terkesan dilakukan tertutup dan tidak transparan, pasca tes itu selesai tim penguji tidak kembali memberikan soal tes tulis dan hasil penilaian. Sehingga, peserta tidak bisa mengetahui mana jawaban yang benar dan salah.
“Kualifikasi penilaian tidak diumumkan kepada peserta. Tiba-tiba saja langsung muncul angka dari hasil tes itu,” katanya.
“Hasil penilaian juga diumumkan pada pukul 21.00 malam. Kenapa tidak langsung diumumkan setelah tes itu selesai?,” imbuhnya.
Dirinya mengatakan, pelaksanaan tes tulis dan wawancara juga terkesan tendensius dan menguntungkan salah satu calon. Sebab, calon yang berpendidikan dan mempunyai gelar strata satu (S1) kalah dengan yang hanya lulusan SMP dan SMA.
Menurutnya, kandidat yang kami usung (Zaini.red) itu lulusan sarjana, dan sudah 10 tahun memimpin desa. Sedangkan, calon yang lain itu hanya lulusan SMP. Logikanya, Zaini itu jauh lebih unggul dari calon lain.
“Tuntutan utama kami ada dua.Yakin, memberhentikan tahapan Pilkades, dan melakukan tes tulis dan wawancara ulang secara terbuka dan transparan kepada publik,” ucapnya.
Sementara itu, Yuliadi Setiawan mengatakan bahwa, tahapan Pilkades di kabupaten Sampang sudah dijalankan sesuai peraturan dan perundangan-undangan yang berlaku. Pihak terkait mulai dari Panitia Pemilihan Kepala Desa (P2KD), tim independen, dan tim delapan sudah menjalankan tugas masing-masing dengan baik.
“Kami tidak mungkin memberhentikan tahapan yang sudah berjalan, dan melakukan tes ulang. Kalau memang warga yang tidak puas dengan hasil penetapan, kami sarankan agar tuntut ke PTUN,” pungkasnya. (nal/her)