PETAJATIM.co, Sampang – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kabupaten Sampang menyoroti kualitas perbaikan rumah tidak layak huni melalui program Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2020.
Pasalnya, ada salah satu rumah milik warga di Desa Tlagah kecamatan Banyuates yang roboh saat masih dalam tahap pengerjaan. Wakil rakyat menduga kerusakan tersebut disebabkan karena lemahnya pengawasan dari Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL).
Anggota Komisi III DPRD Sampang Abdus Salam mengatakan, bantuan perbaikan rumah tidak layak huni melalui program BSPS dari Kementerian PU menjadi perhatian Komisi III DPRD.
Dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan monitoring dan evaluasi (monev) ke lapangan untuk melihat realisasi program tersebut.
“Setelah koordinasi dengan dinas terkait. Ternyata pemkab Sampang hanya dilibatkan pada saat survei lokasi saja. Sedangkan pengawasan hanya dilakukan oleh tenaga fasilitator lapangan,” kata Abdus Salam, Rabu (30/09/2020).
Ia mengatakan, jumlah penerima program BSPS di Kota Bahari cukup banyak. Sesuai petunjuk teknis masing-masing penerima mendapat bantuan sebesar Rp 17.500.000. Uang itu digunakan untuk membeli bahan material bangunan dan biaya ongkos tukang.
“Perinciannya, bahan material dianggarkan Rp 15 juta dan sisanya Rp 2,5 juta untuk membayar ongkos tukang,” terangnya.
Politikus Demokrat itu menjelaskan, program BSPS dilaksanakan dengan metode padat karya tunai (PKT) yang diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan, membuka lapangan pekerjaan, terwujudnya kegotongroyongan dan keberlanjutan kegiatan.
Ia mengaku, selama ini pihaknya banyak menerima laporan dari masyarakat terkait dengan realisasi program BSPS. Misalnya, bantuan tidak tepat sasaran, warga penerima manfaat tidak dilibatkan dalam proses pencairan dana dan pengerjaan yang terindikasi asal-asalan.
“Kami (Komis III DPRD.red) akan segera melakukan monitoring program itu. Apa yang menjadi temuan di lapangan akan langsung ditindaklanjuti ke pusat,” ujarnya.
Lebih jauh ia menjelaskan bahwa program BSPS diketahui merupakan program yang dibawa oleh wakil rakyat di kursi DPR RI, pihaknya berharap anggota wakil rakyat tersebut juga ikut serta dalam mengawal dan mengawasi pelaksanaan program tersebut. Tujuannya agar tidak terjadi manipulasi data penerima dan volume pengerjaan.
“Kami tidak ingin kasus korupsi program BSPS tahun 2013 lalu terulang lagi, kasus itu harus dijadikan pelajaran bagi yang lain supaya menyampaikan bantuan secara utuh,” katanya.
Berdasarkan data yang dihimpun Petajatim.co. Pada tahun 2013 pemkab Sampang mendapatkan program BSPS dari Kementerian PUPR. Anggaran yang dikucurkan pemerintah pusat saat itu sebesar Rp 14 miliar. Jumlah penerima bantuan sebanyak 1.932 orang. Sesuai dengan petunjuk teknis masing-masing penerima mendapat bantuan sebesar Rp 7,5 juta.
Akan tetapi, dana itu dikorup dan tidak diberikan secara utuh kepada penerima. warga hanya menerima uang sekitar Rp 3 – 3,5 juta. Akibatnya, negara mengalami kerugian sebesar Rp 2,9 miliar. Hal itu berdasarkan audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Jawa timur
Sedangkan tersangka dalam kasus korupsi tersebut ada empat orang. Mereka adalah Firdaus, Syaiful Anam, Sunarto Wirodo dan Nor Holis.
Penulis : Zainal Abidin
Editor : Heru