PETAJATIM.co, Sampang – Tingginya angka kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kabupaten Sampang mendapat perhatian khusus dari Aliansi Jurnalis Sampang (AJS). Pasalnya, selama dua tahun terakhir ini tercatat 93 kasus kekerasan yang dilaporkan. Perinciannya, pada 2020 ada 62 kasus dan di 2021 sebanyak 31 kasus.
Untuk itu, Aliansi Jurnalis Sampang (AJS) menggelar kegiatan diskusi bersama sejumlah pihak terkait untuk membahas penanganan kasus tersebut. Tema diskusi adalah “Menyoal Keamanan Anak di Kabupaten Layak Anak”. Kegiatan itu bertempat di Hotel Panglima Sampang, Sabtu (6/11/21).
Dalam kegiatan diskusi tersebut, ada empat narasumber yang diundang. Yakni, Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perlindungan Perempuan Anak (Dinsos-PPPA) Sampang Muhammad Fadeli, Penyidik Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Sampang Aipda Sukardono Kusuma, Anggota Komis IV DPRD Sampang Moh Iqbal Fathoni, dan Aktivitas Perempuan Siti Farida.
Sementara untuk pesertanya, AJS mengundang Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nadhlatul Ulama (LPBH NU) Sampang, Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan sejumlah perwakilan Organisasi Kemasyarakatan Pemuda (OKP).
Ketua Aliansi Jurnalis Sampang Abdul Wahed mengutarakan, kegiatan diskusi tersebut sebagai bentuk dukungan dari AJS kepada Pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan dan anak. Sebab, setiap tahun kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Kota Bahari selalu terjadi.
Dirinya berharap diskusi tersebut dapat memberikan dampak positif terhadap upaya penanganan kasus kekerasan perempuan dan anak. Mulai dari proses hukum hingga pendampingan terhadap korban.
“Predikat Sampang sebagai Kabupaten Layak Anak harus bisa diimplementasikan dengan memberikan perlindungan dan rasa aman bagi anak-anak,” tuturnya.
Aktivis Perempuan Siti Farida mengungkapkan, selama dirinya banyak melakukan pendampingan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak. Menurutnya, banyak masyarakat yang menjadi korban tidak tahu bagaimana caranya untuk melapor. Ada juga korban yang tidak melapor ke polisi karena diancam dan diintimidasi.
“Ironisnya lagi meski korban sudah melapor ke polisi. Tapi penanganannya lamban,” katanya.
Kepala Dinsos PPPA Sampang Mohammad Fadeli menyampaikan, perlu waktu panjang untuk meningkatkan perhatian terhadap kebutuhan dan hak-hak anak, dan itu tidak hanya menjadi tugas pemerintah, tetapi menjadi tanggung jawab semua pihak untuk meminimalisir kekerasan terhadap anak.
Adapun mendapatkan predikat Kabupaten Layak Anak itu melalui penilaian yang dilakukan oleh pemerintah pusat. Dan banyak indikator penilaian yang dilakukan.
“Banyak indikator penilaian yang dilakukan pemerintah pusat, jadi kita masih di level pratama, bukan langsung ke level madya,” jelasnya.
Sementara itu, Penyidik Unit PPA Polres Sampang Aipda Sukardono Kusuma menyampaikan, kasus yang paling tren saat ini tentang tindak pidana persetubuhan terhadap anak. Tetapi, kalau jumla kasus dibandingkan dengan tahun sebelumnya ada penurunan sekitar 5 sampai 6 kasus.
Ditegaskan, pemeriksaan terhadap anak yang terlibat kasus, baik sebagai pelaku, korban maupun saksi, wajib didampingi oleh penasehat hukum, orang tua atau wali, atau lembaga-lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah, seperti Dinsos-PPPA Sampang.
“Kasus yang paling marak itu tentang persetubuhan anak, tapi kalau jumlah kasus antara 2020 dengan 2021 ada penurunan sekitar 5 sampai 6 kasus,” pungkasnya.
Penulis : Zainal Abidin
Editor : Heru