Polemik yang melanda Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pasca keluarnya peraturan direktur coba diredam pemerintah. Salah satu opsi yang tengah dikaji pemerintah adalah mengucurkan dana Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN) ke rekening BPJS.
“Ini yang di review adalah kucuran dana dari pemerintah. Bukan dalam bentuk PMN (Penyertaan Modal Negara), skemanya dari APBN,” kata Sekretaris Utama BPJS Kesehatan Irfan Humaidi usai bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Kepresidenan, Jakarta, kemarin (6/8).
Soal berapa besarannya, Irfan belum bisa memastikan. Pasalnya, pemerintah masih akan menunggu hasil review yang akan dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Saat didesak berapa proyeksi defisit yang dialami BPJS tahun ini, dia enggan membeberkan. Pihaknya meminta untuk menunggu hasil hitungan BPKP saja. “Ga boleh kita mendahului, biar hasilnya dirilis oleh BPKP. Bisa aja kita bilang sekian, terus di-review ternyata beda jadi ga elok lah,” imbuhnya.
Hasil review dari BPKP diprediksi tidak akan terlalu lama. Pasalnya, pemerintah menjadwalkan untuk melakukan rapat lanjutan dibawah kendali Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (PMK) Kamis (9/8) mendatang.
Sebelumnya, BPJS diprediksi akan mengalami defisit Rp16,5 triliun pada tahun ini. Imbasnya, pengelola melakukan sejumlah kebijakan guna menekan defisit. Salah satunya membuat tiga peraturan baru terkait penjaminan pelayanan katarak, pelayanan persalinan dengan bayi baru lahir sehat, dan pelayanan rehabilitasi medis.
Aturan yang mulai diterapkan per 25 Juli 2018 itu disebut akan bisa memangkas defisit sebesar Rp364 miliar. Hanya saja, kebijakan tersebut mendapat reaksi negatif dari sejumlah kalangan mengingat bisa berdampak langsung pada kualitas pelayanan kesehatan.
Irfan menambahkan, dengan adanya kucuran APBN, maka dapat dipastikan kenaikan premi iuran tidak akan dilakukan. Lantas bagaimana dengan sejumlah kebijakan efisiensi yang sudah dikeluarkan? Dia belum bisa memastikan apakah akan dicabut, meski peluang itu ada. Sebab sebagaimana arahan, presiden berharap agar opsi penyesuaian manfaat tidak dilakukan dalam menekan defisit.
“(Kebijakan) yang diambil ya bantuan pemerintah, yang penting kan anggaran balance. Nah itu bisa ditutupi dengan tadi (APBN),” tuturnya. Irfan sendiri berharap, skema bantuan APBN bisa segera diputuskan. Sehingga pos anggaran bisa langsung dikucurkan dan bisa memaksimalkan pelayanan.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, opsi menambal defisit BPJS dengan APBN memang akan menjadi jalan yang diambil pemerintah. “Sebagian akan kita tutup dan akan kita tambahkan,” ujarnya.
Soal skema dan besarannya, pemerintah akan menunggu hasil review secara utuh. “Itungannya aja masih kita tunggu. Kita lihat aja lah,” imbuhnya.
Di tempat terpisah, BPJS Kesehatan juga terus meningkatkan kepesertaan. Salah satunya dengan cara bekerjasama dengan organisasi. Kemarin, Direktur Utama BPJS Kesehatan dan Pengurus Dewan Masjid Indonesia melakukan penandatanganan kerja sama. Lewat sinergi ini, DMI diharapkan dapat mendukung BPJS Kesehatan mencapai Universal Health Coverage atau cakupan kesehatan semesta pada 2019 nanti.
”Harapan kami, selain memperluas cakupan kepesertaan, DMI juga dapat menjadi salah satu pusat informasi tentang program JKN-KIS bagi seluruh jamaah yang ada di dalamnya,” kata Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
Tidak hanya dari sisi perluasan kepesertaan, ruang lingkup Nota Kesepahaman antara BPJS Kesehatan dengan DMI juga mencakup kerja sama Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP), perluasan kanal pembayaran iuran peserta Program JKN-KIS, dan edukasi pembayaran iuran peserta Program JKN-KIS.
Sampai dengan 1 Agustus 2018, tercatat sebanyak lebih dari 200 juta jiwa penduduk di Indonesia telah menjadi peserta program JKN-KIS. ”Untuk mewujudkan hal tersebut, BPJS Kesehatan sebagai penyelenggara program JKN-KIS senantiasa berupaya menjalin kerja sama dan memperkuat hubungan kemitraan dengan berbagai pihak. Baik dari pemerintah maupun organisasi kemasyarakatan, keagamaan, mahasiswa, dan lain sebagainya. Sehingga implementasi program JKN-KIS di lapangan dapat berjalan lancar,” kata Fachmi.
Sementara itu Wakil Ketua Dewan Masjid Indonesia (DMI) Komjen Syafruddin menyatakan bahwa langkah ini sebagai langkah memakmurkan masjid. ”Umat dapat memanfaatkan masjid untuk kegiatan yang bermanfaat,” ungkapnya.
Dia pun optimis jika adanya kerjasama ini akan membuat jumlah peserta BPJS Kesehatan meningkat. ”Sekitar 60 juta penduduk Indonesia belum bergabung dengan BPJS Kesehatan. Itu yang kami dorong. Kami membantu menyosialisasikan,” beber Syafrudin.
Dengan adanya 800.000 masjid yang tersebar di seluruh Indonesia, Syafrudin optimis dapat menyentuh sampai akar rumput.