petajatim.co, Sumenep – Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBH) Madura mendesak DPRD Sumenep agar tetap melanjutkan proses Hak Interpelasi Peraturan Bupati (Perbup) No. 54/2019 tentang Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak 2019.
Pasalnya, untuk memastikan produk hukum yang dijadikan pijakan dalam pesta demokrasi tingkat desa tersebut tidak cacat hukum. “Hak Interpelasi Itu harus tetap dilanjutkan, karena menyangkut kehidupan orang banyak,” kata Kurniadi dari YLBH Madura, Kamis (9/1/2020).
Kurniadi menegaskan, apabila Hak Interpelasi dihentikan sebelum ada kejelasan, maka sama halnya wakil rakyat di gedung parlemen telah memberikan pendidikan hukum yang jelek. “Itu menjadi preseden buruk kedepannya, ” tegasnya.
Apalagi lanjut dia, Perbup tersebut dianggap banyak yang bertentangan dengan peraturan diatasnya. “Produk Perbupnya banyak yang cacat hukum,” jelas dia.
Menurutnya, selesainya tahapan Pilkades bukan dijadikan alasan untuk menghentikan proses Hak Interpelasi. Karena yang dipersoalkan bukan hasil, melainkan produk hukum termasuk sejumlah desa yang saat ini sedang melakukan proses gugatan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Meskipun selesai kan produknya bisa diuji,” ungkapnya.
Sebagaimana dinyatakan Ketua DPRD Sumenep Abdul Hamid Ali Munir sebelumnya, bahwa pengajuan Hak Interpelasi Perbup Pilkades oleh sejumlah fraksi dianggap sudah selesai, mengingat tahapan Pilkades sudah usai.
Politisi senior itu berasumsi meski tetap dilaksanakan tidak akan bisa merubah hasil. Karena DPRD bukan lembaga penegak hukum yang bisa menganulir sebuah keputusan peraturan.
Berbeda dengan pandangan Akis Jasuli Anggota DPRD Sumenep dari Fraksi Nasdem Hanura Sejahtera. Politisi muda itu justru mempertanyakan kejelasan mengenai Hak Interpelasi Perbup Pilkades tersebut. Baginya meski tahapan sudah selesai, Hak Interpelasi tetap penting dilanjutkan. Alasannya berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Lima fraksi yang mengajukan Hak Interpelasi yaitu Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Demokrat, Fraksi Gerindra, Fraksi PAN, dan Fraksi Nasdem Hanura Sejahtera.
Sejumlah fraksi itu menganggap terdapat sejumlah permasalahan yang ada dalam Perbup itu. Diantaranya perubahan Perbup yang mencapai dua kali dalam waktu singkat, hal itu dianggap membingungkan masyarakat sehingga perlu dipertanyakan sandaran yuridisnya.
Selain itu, dalam Perbup tersebut dinilai terdapat sabotasi terhadap demokratisasi. Serta dapat menimbulkan kegaduhan di kalangan masyarakat. (ardy/her)