petajatim.co, Sampang – Kabupaten Sampang merupakan daerah kantong Pekerja Migran Indonesia (PMI). Pemicu tingginya angka pekerja migran tersebut karena kondisi tanah yang tandus, sehingga masyarakat terpaksa bekerja ke luar negeri menjadi PMI untuk memenuhi nafkah hidup keluarganya.
Namun kebanyakan para pekerja migran itu lewat jalur ilegal dengan pekerjaan disektor informal, karena mereka tidak mempunyai skill atau keterampilan yang memadai. Sehingga kadang terjebak dalam kasus human trafficking, sebagian juga ada yang dideportasi setelah diketahui tidak memiliki dokumen resmi.
Kasi Penempatan Tenaga Kerja Dinas Koperasi Usaha Mikro dan Tenaga Kerja (Diskumnaker) Sampang, Agus Sumarso, menyatakan, sebagai daerah tertinggi jumlah PMI yang bekerja di luar negeri, tentu saja banyak persoalan yang kerap menimpa para migran itu.
Bahkan ada salah seorang pekerja migran bernama Zainal asal Batoporo Barat, Kecamatan Kedungdung, bekerja di Malaysia selama 5 tahun tidak pernah mengirimkan uang kepada keluarganya, namun pulang-pulang sudah dalam keadaan meninggal dunia.
“Zainal berangkat sebagai PMI melalui sebuah PT tidak resmi berkantor di Kabupaten Lamongan, diberangkatkan melalui jalur Batam sehingga ditenggarai tidak resmi atau ilegal,” terang Zainal, Kamis (27/2/2020).
Dia menjelaskan, hari ini pihaknya juga tengah mengurus kepulangan 3 jenazah dari Malaysia. Diantaranya 1 orang asal Kecamatan Kedungdung dan 2 orang asal Kecamatan Karang Penang. Terhitung jumlah pekerja migran sejak awal tahun 2020 sudah mencapai 15 orangĀ jenazah yang telah dipulangkan oleh Pemkab Sampang, semua masuk kategori ilegal.
“Sedangkan kasus pekerja migran yang di deportasi ada 886 TKI ilegal. Ini membuktikan bahwa Pemkab harus serius memperhatikan kantong TKI dengan membangun Program Desa Migran Produktif (Desmigratif),” ucapnya.
Dia mengatakan, ada empat pilar utama yang diusung oleh Program Desmigratif, yaitu membentuk pusat layanan migrasi, menumbuh kembangkan usaha-usaha produktif TKI dan keluarganya, memfasilitasi pembentukan Rumah Belajar Desmigratif, serta memfasilitasi pembentukan dan mengembangkan Koperasi/Lembaga Keuangan.
“Dengan konsep ini, pemerintah desa diharapkan lebih berperan aktif dalam peningkatan pelayanan penempatan dan perlindungan calon TKI/PMI. Sehingga dapat menekan tingginya angka pekerja migran ilegal,” tandasnya. (tricahyo/her)