Oleh : Ubaidillah S.Sos. M.Si.
(Ketua PC ISNU Sampang sekaligus Anggota Komisi I DPRD Sampang)
BELAKANGAN ini muncul perdebatan yuridis tentang evaluasi Penjabat (Pj) Kades di Kabupaten Sampang, isu ini begitu seksi karena beriringan dengan berbagai irisan dinamika politik lokal.
Terlepas soal dinamika politik yang sedang menciptakan kutubnya sendiri, penulis akan fokus pada pertanyaan apakah bisa Kepala Daerah mengevaluasi Pj Kades?
Evaluasi Pj Kades harus ditelaah dari berbagai peraturan, karena kedudukan Pj Kades yang juga merupakan Pegawai Negeri Sipil.
Salah satu yang jadi rujukan perdebatan akademisi dan aktifis adalah UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota.
Dalam Pasal 71 Ayat 2 UU Nomor 10 tahun 2016 diatur bahwa Bupati dan Wakil Bupati dilarang melakukan pergantian atau mutasi ASN 6 (Enam) Bulan sebelum penetapan calon dalam Pilkada. Namun demikian ketentuan sebagimana Ayat 2 dikecualikan bila mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Dalam Negeri. Hal ini sejalan pula dengan Permendagri Nomor 4 Tahun 2023 Tentang Penjabat Gubernur, Penjabat Bupati dan Penjabat Wali Kota pada Bab III Pasal 15 ayat 2 Huruf (a).
Disamping itu, terdapat Surat Edaran Menteri Dalam Negeri RI Nomor: 100.2.1.3/1575/SJ perihal Kewenangan Kepala Daerah pada Daerah yang Melaksanakan Pilkada Dalam Aspek Kepegawaian, yang isinya satu subtansi dengan UU Nomor 6 Tahun 2010.
Aturan sebagaimana dimaksud UU No 6 Tahun 2010 pada pasal 71 ayat 2 serta Permendagri nomor 4 Tahun 2023, ternyata tidak cukup dan selesai untuk jadi bahan analisa dalil berkaitan dengan mutasi ASN, sehingga perlu memperhatikan peraturan lainnya terkait kedudukan dan Manajemen ASN agar tidak salah dalam mengambil kesimpulan terkait mutasi atau evaluasi ASN.
Mari kita kupas satu persatu, pertama penulis akan membahas Permenpan RB Nomor 62 Tahun 2020 Tentang Penugasan Pegawai Negri Sipil Pada Instansi Pemerintah Dan Di Luar Instansi Pemerintah.
Dalam Permenpan RB, diatur dengan jelas Pasal 1 Ayat 5 pada ketentuan umum bahwa PNS bisa melaksanakan tugas pada Instansi Pemerintah dan di luar Instansi Pemerintah selain ‘instansi induk’ dalam ‘jangka waktu tertentu’. Peraturan ini juga membuka cakrawala kita bahwa jenis dan kedudukan ASN didapati banyak ketentuan-ketentuan lain yang diatur sesuai peruntukannya.
Selanjutnya, dalam peraturan Menpan RB tersebut terdapat Pasal 5 ayat 3 huruf (a) yang mengatur bahwa Penugasan PNS dapat bersifat temporal dalam tugas mandat (mandatori) yang telah ditetapkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan tersendiri diluar instansi induk dimana ASN ditugaskan.
Dalam teori birokrasi umum yang berkesesuaian dengan peraturan mengenai tugas pokok dan fungsi ASN, pihak penerima mandat bertanggung jawab pada pejabat pemberi mandat sesuai hirarki pemerintahan, sehingga dalam proses manajemen ASN dapat dievaluasi secara berkala sesuai aturan yang melingkupi dalam tugas dan fungsinya.
Lantas bagaimana dengan Pj Kades, apakah dapat dievaluasi secara berkala?
Dalam Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 sebagaimana telah diubah (sebagian) manjadi undang-undang Nomor 3 Tahun 2024 Tentang Desa. Disebutkan dalam (UU No 6/2014) Pasal 47 ayat 4 bahwa Hasil Musyawarah Desa dilaksanakan paling lama 6 (enam) bulan.
Dalam artian bahwa jabatan kosong harus diisi melalui Musyawarah Desa untuk menetapkan Penjabat Kepala Desa dari unsur PNS apabila Kades terpilih berhalangan tetap, mundur, diberhentikan (berakhir masa jabatan) dan atau didakwa pidana paling sedikit 5 tahun berdasar Putusan Pengadilan serta hal lain sebagaimana diatur dalam peraturan lainnya.
Mengiringi klausul Undang-Undang tersebut, dilakukanlah penyesuaian dalam pelaksanaanya dengan aturan turunan, yakni, Permendagri 66 Tahun 2017 Tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Desa.
Dalam Permendagri 66 Tahun 2017 terdapat klausul agar dibuat aturan lanjutan yang lebih teknis sehingga masing-masing daerah mudah merealisasikan sesuai kebutuhan lokal setempat, maka dibuat kodifikasi Peraturan Bupati Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Pedoman Pencalonan, Pemilihan, Pengangkatan Dan Pemberhentian Kepala Desa.
Perbup Nomor 7 Tahun 2021 mengatur bahwa Pj Kades sebagai pejabat ‘mandatori’ berdasar Pasal 72 Ayat 4 dinyatakan bahwa Penjabat Kepala Desa (Pj. Kades) dalam melaksanakan tugas, wewenang dan kewajiban dilakukan evaluasi setiap 6 (enam) bulan oleh Tim Evaluasi Kinerja Penjabat Kepala Desa.
Dari tinjauan berbagai yuridis tersebut, dapat disimpulkan bahwa Kepala Daerah/ Pj Bupati melalui Tim Evaluasi Kinerja Penjabat Kepala Desa boleh dan tidaklah bertentangan dengan hukum apabila melakukan evaluasi, baik hasil akhirnya mempertahankan atau memberhentikan Pj. Kades sekalipun, sesuai Perbup Nomor 7 Tahun 2021 dan peraturan lainnya dalam manajemen PNS yang mendapat ‘jabatan mandatori’.
Sementara yang tidak bisa dilakukan mutasi oleh Kepala Daerah/Pj. Bupati, terkecuali dapat ijin tertulis dari Mendagri adalah posisi ‘jabatan induk’ dari PNS, sedang untuk jabatan ‘mandatori’ bersifat temporal seperti jabatan Pj Kades, melalui Tim Evaluasi Kinerja Penjabat Kepala Desa sebagaimana yang sudah penulis jelaskan, dapat dilakukan evaluasi secara berkala.
Wallahu Alam.