PETAJATIM.co, Surabaya – Sejumlah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang tergabung dalam Aliansi Damai Pantura (ADP) mendatangi kantor Kejaksaan tinggi (Kejati) Jawa Timur di jalan Achmad Yani, Kota Surabaya.
Kedatangan mereka ke kantor Kejati untuk melaporkan dugaan adanya tindak pidana korupsi proyek pembangunan jaringan irigasi waduk nipah di Desa Tebanah, Kecamatan Banyuates Kabupaten Sampang, yang dilaksanakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum, Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai Brantas (BBWS) Surabaya pada 2017 lalu dengan anggaran sebesar Rp 13.660.425.000.
ADP melaporkan PT. Mandala Putra dan PT. Jati Wangi selaku kontraktor pelaksana, karena dituding tidak maksimal dalam mengerjakan proyek dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tersebut.
Ketua Aliansi Damai Pantura (ADP) M. Muhni mengatakan, sebelum melaporkan proyek itu ke Kejati pihaknya telah mengirimkan surat permintaan audiensi kepada BBWS Surabaya terkait dengan proyek jaringan irigasi di lokasi tersebut.
Surat itu dikirim pada (10/08/2020) lalu. Akan tetapi sampai saat ini pihak BBWS Surabaya belum memberikan tanggapan terkait permintaan audiensi. Ia menduga BBWS sengaja tidak merespon permintaan dari lembaganya karena takut ketahuan kalau ada indikasi kongkalikong dengan pihak kontraktor.
“Karena sudah lebih dari dua Minggu belum juga ada tanggapan dari BBWS. Maka hari ini kami memutuskan untuk melaporkan proyek itu ke Kejati,” kata Muhni, Selasa (25/08/2020).
Ia mengatakan, dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut cukup beralasan. Sebab, baru berjalan dua tahun jaringan irigasi sepanjang 700 meter itu sudah rusak. Misalnya, gorong-gorong retak, U-ditch lepas, bagunan dasar ambles dan semacamnya.
Menurutnya, kerusakan tersebut bukan disebabkan karena faktor alam. Melainkan, karena pengerjaanya yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pihak kontraktor lebih mengedepankan keuntungan atau hasil yang didapat daripada menjaga kualitas proyek. Akibatnya, usia proyek tidak tahan lama dan mudah rusak.
Dalam Undangan-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Kontruksi dijelaskan bahwa jaminan mutu bangunan konstruksi itu lamanya mencapai 5 – 6 tahun. “Jadi kalau baru dua tahun saja sudah rusak, Artinya kualitas proyek tidak sesuai dengan standar bangunan pemerintah,” ujarnya.
“Semua bukti-bukti tentang penyimpangan dalam proyek itu sudah kami serahkan kepada pihak Kejati. Kami harap laporan ini bisa segera ditindaklanjuti dan diproses,” pungkasnya. (nal/her)