LINGKUNGAN

Aktivitas Tambang Galian C di Morbatoh Ganggu KBM Sekolah

30
×

Aktivitas Tambang Galian C di Morbatoh Ganggu KBM Sekolah

Sebarkan artikel ini
Maksum, Komite SDN Morbatoh III menunjukkan surat kesepakatan dengan pemilik tambang galian C tentang pembuatan sumur bor

Aktivitas Tambang Galian C di Morbatoh Ganggu KBM Sekolah

petajatim.co, Sampang – Warga Desa Morbatoh, Kecamatan Banyuates mengeluhkan terkait dengan aktivitas pertambangan galian C yang ada di desa setempat. Pasalnya, selama ini aktivitas pertambangan tersebut berdampak ke Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sekolah setempat.

Maksum, Wakil Komite SDN Morbatoh III menuturkan, dampak dari aktivitas pertambangan itu sangat mengganggu terhadap kegiatan belajar di sekolah. Terutama saat dum truk pengangkut sirtu tanpa ditutup terpal, mengakibatkan debunya masuk kedalam ruang kelas dan mengganggu pernapasan.

“Pada saat jam pelajaran, debu sirtu yang masuk kedalam ruang, membuat siswa yang sedang mengikuti pelajaran menjadi terganggu. Bahkan mengotori semua kelas yang ada, sehingga setiap pagi sebelum jam pelajaran di mulai, guru dan siswa disibukkan membersih debu yang menempel di lantai, jendela dan meja kelas, ” ungkap Maksum, Selasa (01/10/19).

Ia menjelaskan, jarak antara lokasi galian C dengan sekolah cukup dekat, hanya sekitar 50 meter. Pihaknya berupaya mencari alternatif terbaik, yakni berkoordinasi dengan pemilik tambang galian C dan meminta agar bisa melakukan penyiraman di lokasi sekolah dan di jalan. Tujuannya, agar debu tidak masuk ke sekolah.

“Pemilik tambang mengaku siap dan sanggup melakukan penyiraman setiap hari. Tapi kenyataannya permintaan tersebut jarang dilakukan,” ujarnya.

Menyikapi kondisi yang tetap tidak memungkinkan dan keluhan murid dan guru semakin memuncak. Maka komite dan wali murid mengadakan pertemuan dan audiensi bersama dengan pemilik tambang di kantor kecamatan Banyuates untuk membahas persoalan tersebut, 27 Agustus 2019 silam.

Pertemuan itu juga dihadiri Koordinator bidang pendidikan kecamatan (Korbidikcam) dan Koramil. Dari hasil pertemuan itu ada sejumlah komitmen dan perjanjian tertulis yang dibuat dan disetujui bersama.

Komitmen itu Antara lain, pemilik tambang akan melakukan penyiraman di sekitar lokasi sekolah tiga kali sehari. Melakukan pengawasan terkait dengan polusi udara, dan pemilik tambang akan memberikan bantuan sumur bor yang akan ditempatkan di lokasi sekolah.

“Akan tetapi, pemilik tambang melanggar kesepakatan itu. Penyiraman tetap tidak dilakukan. Bantuan sumur bor yang dijanjikan tidak ditempatkan di sekolah, melainkan di lokasi pertambangan. Padahal sesuai kesepakatan pembangunan sumur bor itu di sekolah,” ucapnya.

Maksum meminta agar pemilik tambang bisa lebih perduli terhadap dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan. Komitmen yang sudah dibuat dan disepakati hendaknya dapat direalisasikan, karena itu demi kebaikan bersama dan kemajuan sekolah.

“Karena sekolah kotor dan terganggu polusi. Banyak warga yang menyekolahkan anaknya di tempat lain. Petambang jangan hanya bisa mengeruk dan mengambil keuntungan, tapi harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan,” pintanya.

Sementara itu, Hilmi pengelola galian C di desa Morbatoh berdalih bahwa pihaknya sudah melakukan penyiraman lokasi sesuai dengan keinginan komite dan masyarakat.

“Sudah kami siram kok. Tapi berhubung cuaca panas dan disertai angin kencang mengakibatkan debu terbang kemana-mana,” kilahnya.

Bahkan pihaknya juga sudah membangun sumur bor yang dikhususkan untuk menyiram lokasi sekolah. Dirinya membenarkan bahwa pembangunan sumur bor ditempatkan di lokasi pertambangan.

Menurut dia, Kepala Sekolah dan Korbidikcam kurang setuju apabila pengeboran sumur dilakukan di sekolah dengan berbagai pertimbangan. Salah satunya ialah mengenai izin pengeboran.

“Kami tidak berniat untuk tidak mematuhi kesepakatan yang ada. Apapun yang diminta sekolah sebisa mungkin kami berikan, selama itu baik dan bermanfaat,” timpalnya.

Terpisah, Korbidikcam Banyuates Moh Dahlan membantah bahwa pihaknya tidak setuju dengan rencana pengeboran sumur. Ia hanya meminta waktu untuk mengajukan izin kepada dinas pendidikan (Disdik) Sampang.

“Tidak benar kalau saya tidak setuju dengan rencana itu. Sebagai pengawas di kecamatan kami punya atasan dan harus izin dulu ke dinas. Apalagi itu tanah Pemkab,” pungkasnya. (nal/her).