KINERJA

Jika Dua Tahun Tak Berkembang, Disdik Sampang Terpaksa Tutup SDN Bapelle 1

28
×

Jika Dua Tahun Tak Berkembang, Disdik Sampang Terpaksa Tutup SDN Bapelle 1

Sebarkan artikel ini
Siswa SDN Bappele 1 saat mengikuti kegiatan di sekolah itu

petajatim.co, Sampang – Kondisi SDN Bapelle 1 Kecamatan Robatal yang hanya memiliki 14 anak didik, rupanya menjadi perhatian khusus bagi Dinas Pendidikan (Disdik) Sampang. Mengingat proses kegiatan belajar mengajar tidak maksimal, sehingga dinas tersebut terpaksa akan mengambil langkah-langkah tertentu.

Disdik memberikan jangka waktu dua tahun kepada pihak sekolah untuk meningkatkan jumlah siswa atau anak didik. Jika sekolah nantinya tetap tidak bisa berkembang, maka akan diambil langkah tegas dengan menutup dan menggabungkan siswa yang ada ke sekolah lain.

Kabid Pembinaan SD Disdik Sampang, Ahmad Mawardi mengaku bahwa, selama ini lembaganya sudah mengetahui terkait dengan minimnya jumlah siswa di SDN Bapelle 1, Robatal.

Namun demikian, Disdik tetap meminta kepada guru dan Kepala sekolah agar Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) di sekolah itu harus terus berjalan seperti biasa.

“Jumlah siswa di SDN Bapelle 1 memang sangat sedikit, totalnya tidak sampai 20 anak. Tapi setiap hari KBM masih berjalan dengan baik,” kata Nawardi dihubungi. Selasa (19/11/19).

Menurutnya, ada banyak faktor yang menyebabkan sekolah itu tidak bisa memenuhi ketentuan Rombongan Belajar (Rombel). Di antaranya, saat ini banyak berdiri SD swasta dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) dipelosok desa. Namun tidak sebanding dengan jumlah anak untuk tingkat SD di desa itu tidak banyak, sehingga jumlah siswa tidak merata bahkan sekolah negeri makin ditinggal.

Dikatakan, berdasarkan ketentuan jumlah siswa SD minimal terdiri dari enam rombel. Atau setidak-tidaknya satu rombel tiap kelas, karena itu bagi SD yang jumlah siswanya tidak memenuhi syarat rombel maka terpaksa diregrouping atau digabung dengan SD lain.

“Dalam satu rombel minimal ada 20 siswa, dan maksimal 28 siswa,” terangnya.

Lebih jauh Mawardi menjelaskan, mekanisme keputusan penggabungan sekolah harus melalui rapat bersama antara Kepala Sekolah, pengawas pendidikan di kecamatan, komite, tokoh masyarakat, dan wali murid.

Ditegakkannya, Disdik tidak bisa serta merta melakukan penutupan atau regrouping sekolah tanpa melalui penilaian dan pertimbangan matang. Karena pada dasarnya regrouping bukan bertujuan untuk mengurangi KBM, tetapi untuk menjaga efektivitas KBM di sekolah tersebut.

“Selama ini kami masih mempertimbangkan jarak tempuh siswa untuk belajar ke sekolah lain, karena lokasi sekolah yang akan di gabungkan cukup jauh, yakni harus ke SDN Gunung Eleh 1,” ucapnya.

Ia pun memberikan opsi lain yang bisa diambil oleh Disdik selain menutup. Yakni, mengajukan permohonan kepada pemerintah pusat agar SD tersebut dirubah statusnya menjadi sekolah khusus. Tapi tentu saja proses perubahan status sekolah tidak mudah dan butuh waktu yang lama, sehingga dapat mengganggu KBM sekolah itu.

“Sebenarnya SDN Bapelle 1 mendapat bantuan rehab tiga lokal kelas tahun ini. Jadi kami berharap bantuan rehab itu dapat meningkatkan mutu sekolah, sehingga menarik minat warga setempat untuk memasukkan anaknya di sekolah itu,” ujarnya.

Sementara itu, Plt Kepala SDN Bepelle 1 Suparman mengatakan, akan berupaya maksimal menambah jumlah siswa di sekolah yang dipimpinnya. Salah satunya, dengan memperbanyak sosialisasi dan promosi kepada masyarakat agar anaknya mau sekolah di SDN Bapelle 1.

“Sekarang kondisi ruang kelas yang ada sudah bagus, aman, dan nyaman untuk ditempati belajar. Bahkan rencananya tahun depan, sekolah ini juga akan menerapkan sistem pembelajaran berbasis digital atau IT,” tandasnya. (nal/her)