PETAJATIM.CO || Sampang – Proses hukum dugaan penipuan jual beli suara calon legislatif (Caleg) DPR RI yang diduga dilakukan oleh mantan Bupati Sampang Slamet Junaidi terus berlanjut di Polres Sampang.
Kamis (12/9/2024), penyidik Satreskrim Polres Sampang mengundang pihak terkait sebagai upaya mediasi. Ahmad Azhar Moeslim selaku korban datang sendiri ke polres. Sementara pihak terlapor yakni Slamet Junaidi dan pelapor H Muhammad Toha diwakili oleh pengacara dan Ketua DPD Partai Nasdem Sampang, Surya Nofiantoro.
Kepada wartawan, Ahmad Azhar Moeslim menyatakan bahwa pihaknya tetap menginginkan agar proses hukum dugaan penipuan oleh Slamet Junaidi terhadap dirinya bisa terus berlanjut.
“Hari ini, saya datang ke Polres Sampang memenuhi undangan polisi untuk keperluan mediasi. Tapi, tadi sudah saya sampaikan ke Kuasa Hukum dari Slamet Junaidi bahwa saya tetap menginginkan kasus ini terus berlanjut dan biarlah nanti pengadilan yang memutuskan,” katanya.
Azhar mengatakan, bahwa terlapor telah mengembalikan uang Rp 1 miliar. Namun, sebagai korban dirinya merasa dirugikan dengan sikap Slamet Junaidi yang tidak komitmen.
Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu menegaskan bahwa pihaknya telah menitipkan uang Rp 1 miliar ke penyidik untuk dijadikan sebagai barang bukti dan meminta agar penanganan perkara tersebut tetap berlanjut.
“Pada intinya saya ingin proses hukum terus berlanjut, dan kami minta agar penyidik tegak lurus dalam menangani kasus ini,” katanya.
Kuasa Hukum Slamet Junaidi, Abdul Qadir menyampaikan pihaknya telah mengajukan restorative justice kepada polres Sampang dan kasus tersebut sudah diselesaikan secara kekeluargaan. Pelapor juga sudah mencabut laporannya.
“Restorative justice mandiri sudah dilakukan dan laporannya juga sudah dicabut. Artinya Azhar tidak mempunyai legal standing untuk melakukan tindakan-tindakan yang lain,” katanya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Sampang AKP Sigit Nusio Dwiyugo mengatakan pihaknya telah melakukan upaya restorative justice atau perdamaian dengan mengundang semua pihak yakni Ahmad Azhar Moeslim selaku korban, H. Muhammad Toha (pelopor) dan Slamet Junaidi (terlapor).
Dari ketiga orang tersebut, yang datang secara langsung hanya dari pihak korban. Sementara H Muhammad Toha dan Slamet Junaidi diwakili oleh pengacaranya.
“Yang namanya restorative justice atau perdamaian itu harus ketemu semua dan duduk bersama, antara korban, pelapor dan terlapor itu harus bertemu. Kalau hanya korban saja yang datang, terus mau damai dan salaman dengan siapa,” katanya.
Sigit menjelaskan, dalam Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) Nomor 8 Tahun 2021 tentang Penanganan Tindak Pidana Berdasarkan Keadilan Restoratif diharapkan mampu memberi keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum bagi masyarakat, terutama bagi mereka yang sedang berperkara hukum.
Dalam hal ini, korban merasa belum menemukan keadilan sehingga meminta agar proses hukum tetap berlanjut. Pihaknya, kata Sigit, akan melakukan gelar internal untuk menentukan sikap tentunya dengan tetap mengikuti prosedur dan aturan yang berlaku.
“Prosedur dalam perdamaian itu ada banyak. Mulai dari membuat surat pernyataan, pencabutan dan membuat surat perdamaian yang disaksikan oleh semua pihak. Kalau misalnya nanti mereka mau berdamai, akan kami akomodir,” pungkas Sigit.