PETAJATIM.co, Sampang – Usaha budi daya udang kian diminati oleh masyarakat di Kabupaten Sampang. Banyak warga yang menjalankan usaha tersebut karena tergiur dengan keuntungan yang didapat. Namun ada beberapa persoalan lingkungan yang muncul. Salah satunya terkait dengan pembuangan limbah tambak udang yang mencemari lingkungan.
Anggota Komisi IV DPRD Sampang Mohammad Iqbal Fatoni mengatakan, menjamurnya usaha budi daya udang, persoalan yang muncul adalah akumulasi limbah yang dapat mengakibatkan pencemaran lingkungan.
“Tambak udang yang berlokasi di pinggir sungai dan pesisir pantai berpotensi mencemari lingkungan apabila pengolahan limbahnya tidak berjalan dengan baik,” katanya, Kamis (28/05).
Ia mengaku banyak menerima laporan dari warga terkait masalah pemilik tambak udang yang tidak melakukan pengolahan limbah. Akibatnya lingkungan menjadi tercemar dan warga merasa terganggu dengan bau menyengat yang ditimbulkan oleh limbah tambak tersebut. Seperti yang terjadi di Kecamatan Banyuates dan Ketapang.
“Permasalahannya adalah pengolahan limbah itu hanya untuk wilayah tambak yang luasnya di atas 5 hektare. Masalah yang lain karena kadang wilayah yang dicantumkan pemiliknya berbeda agar tidak wajib mengelola limbah,” terangnya.
Menurut Fafan, limbah udang berupa unsur organik, biasanya sisa pakan, dapat menganggu keseimbangan ekosistem sungai dan pantai. Akumulasi unsur organik bisa meningkatkan populasi alga yang menggangu komunitas ikan. Limbah udang juga dapat menggangu budidaya lain yang ada di pantai, misalnya rumput laut.
“Kalau ditepi pantai sudah tercemar limbah. Otomatis ikan-ikan akan pergi ke tengah. Akibatnya pendapatan nelayan akan menurun,” kata Fafan.
Karenanya, Politikus PPP itu meminta agar Dinas Perikanan dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sampang melakukan pengawasan terhadap sistem pengolahan limbah di lokasi tambak udang.
Pengawasan pengolahan limbah di lokasi tambak udang sebagai langkah untuk mengantisipasi permasalahan yang ditimbulkan dari usah tersebut.
Selain itu perlu diperhitungkan juga dampak akumulatif dari limbah yang terjadi akibat banyaknya tambak di suatu wilayah, walaupun pemilik tambak mungkin masih mengelola dalam skala kecil atau tradisional.
“Pengolahan limbah yang baik adalah salah satu bentuk budidaya yang bertanggung jawab,” katanya.
Sementara itu, Kabid Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Kabupaten Sampang Moh. Machfud mengatakan, selama ini lembaganya menjalankan program pembinaan kepada para pembudidaya ikan atau udang terkait dengan tatacara budidaya yang baik dan benar. Termasuk teknis dab sistem pengolahan limbah.
“Memang tidak semua pembudidaya di Kota Bahari sudah tersentuh program pembinaan. Mengingat masih banyak yang belum mengantongi izin usaha,” ujarnya.
Meski demikian, kata Mahfud, pihaknya berharap kepada semua pemilik tambak agar bisa mengolah limbahya dengan baik sehingga tidak menimbulkan persoalan baik terhadap lingkungan maupun sosial.
Mahfud mengatakan, pengelohan limbah tambak yang ideal yakni pembudidaya harus memiliki lokasi pembuangan yang jaraknya jauh dari kolam dan sumber air. “Hasil limbah tambak udang tidak boleh dibuang di parit, sungai dan sekitar kolam. Karena itu bisa menimbulkan penyakit,” terangnya.
Untuk mengurangi dampak limbah tambak, saat ini telah dikembangkan penerapan teknologi super intensif IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah). Upaya yang dilakukan dalam penerapan IPAL dengan melakukan pembangunan tandon air limbah yang terdiri dari kolam pengendapan, oksigenasi, biokonversi dan penampungan.
Pengelolaan limbah tambak udang superintensif terdiri dari empat bagian. Membuat kolam pengendapan tempat membuang air limbah pertama kali agar kadar TSS (total suspended solid) yang sangat tinggi dan bau busuk dari H2S turun dan sisa endapan dapat dibuat pupuk.
Dari kolam pengendapan, kemudian sisa air limbah dimasukkan ke kolam oksigenasi untuk menaikkan oksigen dan menurunkan kebutuhan oksigen biologis (BOD). Selanjutnya limbah masuk ke kolam biokonversi untuk mengubah nutrien yang dapat sebabkan eutrofikasi jadi bermanfaat buat organisma lain. Sisa terakhir limbah masuk ke kolam penampungan untuk selanjutnya dibuang ke laut.
“Pengolahan limbah tambak hal yang patut diperhatikan, karena ini menjadi standar keberhasilan produksi dan juga salah satu bentuk budidaya yang bertanggung jawab terhadap kelestarian lingkungan,” pungkasnya. (nal/her)