PETAJATIM.co, Sampang – Kasus dugaan penganiyaan kuli bangunan yang dilakukan oleh oknum anggota Intelkam Polres Sampang Bripka EP hingga kini masih menjadi perhatian publik. Tidak sedikit kalangan aktivis yang mengecam keras tindakan barbar yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut.
Chalil Abdillah, aktivis muda Kabupaten Sampang menilai tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Bripka EP telah mencoreng nama baik institusi polri. Sebab, tindakan tersebut termasuk dalam perilaku kejahatan.
Sebagai aparat penegak hukum (APH), harusnya polisi bersikap humanis dalam menjalankan tugas dan wewenangnya. Sikap yang humanis harus dikedepankan karena polri mendudukkan dirinya sebagai polisi sipil yang bertugas melindungi, mengayomi, dan melayani masyarakat, di samping menjaga ketertiban serta menegakkan hukum.
“Polisi itu tugasnya mengayomi dan melindungi masyarakat, bukan malah melakukan tindakan penganiayaan,” katanya, Rabu (7/6/2023).
Chalil mengatakan, dalam menjalankan tugas polisi harus selalu mematuhi prosedur dan ketentuan yang berlaku. Termasuk dalam hal penggunaan senjata api. Aturan mengenai penggunaan senjata api diatur dalam Pasal 47 Perkap Nomer 8 Tahun 2009, yaitu penggunaan senjata api (senpi) atau pistol hanya boleh digunakan apabila bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa seseorang.
Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk menghadapi keadaan luar biasa, membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat, membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat, dan mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa seseorang.
Selain itu juga, penggunaan senpi untuk menahan dan menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan serta menangani situasi yang membahayakan jiwa dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.
“Jadi disini sudah jelas kalau penggunaan senpi oleh Bripka EP itu melanggar aturan yang ada, sebab Bripka EP menggunakan pistolnya bukan untuk melindungi seseorang, melainkan untuk menakut-nakuti dan mengancam orang lain,” ujarnya.
Ia meminta agar polres Sampang tegas dan tidak pandang bulu dalam memberikan sangsi terhadap anggotanya yang terbukti melakukan pelanggaran etik.
“Kasus ini harus betul-betul menjadi perhatian serius bagi polres Sampang untuk terus berbenah diri menjadi organisasi yang dipercaya dan dicintai oleh masyarakat. Jangan sampai sebaliknya,” pungkasnya.
Sementara itu, Kasi Humas Polres Sampang Ipda Sujianto menegaskan, meskipun pelapor sudah mencabut laporannya, tapi secara kode etik tetap berjalan dan sudah masuk tahap penyidikan Propam.
“Beberapa hukuman yang akan diterima Bripka EP, yaitu mutasi ke daerah lain, penundaan pangkat selama satu tahun dan maksimal tiga tahun, lalu penundaan pendidikan profesi, serta penahanan selama 30 hari. Bahkan, bisa diberhentikan secara tidak hormat alias dipecat,” terang Sujianto.
Penulis : Zainal Abidin