LINGKUNGAN

Anggaran Minim, DLH Sampang Tak Mampu Atasi Kerusakan Lahan Hijau Seluas 41.477 Ha

30
×

Anggaran Minim, DLH Sampang Tak Mampu Atasi Kerusakan Lahan Hijau Seluas 41.477 Ha

Sebarkan artikel ini
Salah satu hutan kota yang dikelola DLH Sampang dalam mengatasi kerusakan lahan hijau

petajatim.co, Sampang – Tingkat kerusakan lahan hijau di Kabupaten Sampang sangat memprihatinkan, luasnya mencapai 41.477 hektare (ha). Ironisnya, Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Sampang hanya mampu melaksanakan program penghijauan atau penanaman pohon seluas 16 ha.

Alasan keterbatasan anggaran menjadi kendala tidak maksimalnya DLH dalam mengatasi tingkat kerusakan lahan yang sudah cukup mengkhawatirkan tersebut .

Kabid Konservasi dan Rehabilitasi Lingkungan DLH Sampang, Imam Irawan, mengatakan, sebenarnya program penanaman pohon atau tutupan lahan kritis dijalankan setiap tahun. Sedangkan pada tahun ini, program tersebut difokuskan di sejumlah wilayah yang merupakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Kamoning.

Wilayah yang menjadi prioritas, kata Irawan, meliputi Kecamatan Kedungdung, Robatal, Karang Penang dan Omben. Mengingat wilayah itu terdapat 1.122 hektare lahan kritis yang akan direboisasi atau ditanami pohon, lahannya terdiri dari hutan rakyat dan lahan bekas pertambangan galian C.

“Namun kami saat ini masih fokus mengelola lahan kritis di wilayah DAS Kali Kamoning. Dengan target 16 hektare lahan yang ditanami pohon tiap tahunnya, ” jelas Irawan kepada Petajatim, Minggu (29/09/19).

Dikatakan, program penghijauan atau penutupan lahan di wilayah DAS Kali Kamoning merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemkab Sampang dalam menanggulangi bencana banjir. Karena musibah tahunan itu merupakan air kiriman dari wilayah Utara atau hulu sungai.

“Kami memperbanyak lahan resapan di wilayah hulu kali Kamoning. Agar saat hujan debit air di sungai tidak sampai meluap dan mengakibatkan banjir,” terangnya.

Diakuinya, jika selama ini program pengelolaan lahan hijau tersebut tak maksimal, namun ia berkilah bahwa penyebabnya alokasi anggaran dalam program itu sangat minim. Yakni hanya Rp 75 juta, tentu saja se dana sebesar itu hanya bisa digunakan untuk menutupi lahan 1,5 hektare.

Dikatakan, untuk lebih memaksimalkan program penutupan lahan, pihak DLH telah menjalin kerjasama dengan Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Provinsi Jawa timur, dengan di bantu berupa pengadaan 40 ribu bibit pohon untuk ditanam di wilayah lahan kritis.

“Dari 40 bibit pohon yang kita terima, 30 persen di antaranya merupakan tanaman produktif yang terdiri dari bibit pohon kelengkeng, durian, dan mente,” tuturnya.

Dalam kegiatan penanaman pohon itu, pihaknya akan melibatkan kelompok petani hutan. Dengan melibatkan mereka maka ketika pohon itu sudah berbuah, bisa mendapatkan keuntungan dari penjualan buah yang sudah dipanen.

“Program penghijauan atau penutupan lahan kritis perlu dukungan atau peran serta masyarakat, karena dengan menanam pohon bisa menjaga lahan resapan. Jadi meskipun musim kemarau air di sumur warga tidak akan kering,” pungkasnya. (nal/her).