PETAJATIM.co, Sampang – Postur APBD Kabupaten Sampang Tahun Anggaran 2022 mencantumkan pendapatan daerah dengan anggaran sebesar Rp 1.819.409.492.690. Pendapatan Asli Daerah (PAD) Rp 173.635.481.690, dan pendapatan transfer sebesar Rp 1.599.774.011.000.
Kemudian pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 46.000.000.000, keperluan belanja mencapai Rp 2.071.543.778.686, dan belanja operasi Rp 1.311.216.501.514. Sementara belanja modal diploting Rp 431.172.730.572, belanja tidak terduga (BTT) sebesar Rp 9.489.445.800, belanja transfer Rp 319.665.100.800, dan pembiayaan Rp 252.134.285.996.
Dengan postur APBD tersebut, pemkab Sampang memprioritaskan empat program prioritas meliputi pemantapan pemulihan ekonomi melalui penyediaan infrastruktur yang berkelanjutan, peningkatan ketahanan sosial melalui pengentasan kemiskinan, peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan, serta saran dan prasarana dasar.
Kemudian, peningkatan kualitas pelayanan publik melalui reformasi birokrasi dan inovasi daerah. Termasuk, menjaga harmonisasi kehidupan di tengah -tengah masyarakat.
Staf Riset dan Analis Anggaran, lembaga Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Jawa Timur, Mauli Fikr mengatakan postur APBD yang berkualitas tidak hanya dilihat pada perimbangan antara pendapatan dan belanja semata. Tapi juga pada keadilan dan pemerataan anggaran. Bila dua hal ini terpenuhi, program yang didanai APBD harus bisa menjangkau seluruh lapisan masyarakat, baik belanja infrastruktur, belanja sosial, dan belanja produktif lainnya.
“Jadi, jika ada APBD yang tidak mencerminkan keadilan dan pemerataan, maka bisa disimpulkan APBD tersebut tidak berkualitas,” kata dia, Sabtu (9/7/2022).
Ia menjelaskan, struktur APBD yang berkeadilan, dicerminkan dari alokasi anggaran yang memenuhi harapan banyak pihak, khususnya masyarakat, terlepas dari kelompok mana, pendukung atau bukan. Sehingga APBD yang baik berlandaskan kebijakan fiskal yang ekspansif, menjangkau sesuatu yang selama ini belum tersentuh. Untuk itu, pemerintah mesti menggenjot belanja daerah, yang diimbangi dengan penerimaan.
“Secara philosofis, tujuan dasar APBD adalah membebaskan masyarakat dari kemiskinan dan mengangkat harkat martabat kaum miskin menjadi warga negara dengan seluruh hak dan kewajibannya,” ucapnya.
“Kenapa kemiskinan ? Karena sebagus apapun jalan, jembatan, dan gedung kantor dinas, itu tak akan bearti jika rakyatnya masih miskin. Bahkan salah tujuan kemerdekaan bangsa Indonesia untuk mengentaskan kebodohan dan kemiskinan,” imbuhnya.
Lebih jauh Mauli Fikr menjelaskan, mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dan Permendagri tentang Pedoman Penyusunan APBD, ada tiga fungsi penggunaan APBD.
Pertama, yaitu fungsi alokasi. Anggaran merupakan instrumen pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa publik guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Dalam fungsi ini, anggaran dibedakan antara belanja pegawai, belanja pembangunan atau belanja publik.
Kedua, fungsi distribusi. Anggaran merupakan sebuah instrumen untuk membagi sumber daya (kue pembangunan) dan pemanfaatannya kepada publik secara adil dan merata guna mengatasi kesenjangan sosial antara kota dan desa, miskin dan kaya, serta kelompok.
Lalu ketiga, fungsi stabilisasi. Penerimaan dan pengeluaran daerah tentu mempengaruhi permintaan agregat dan kegiatan ekonomi secara keseluruhan. Dengan fungsi tersebut, maka anggaran menjadi instrumen untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental ekonomi.
“Batasan adil dan merata bisa dilakukan jika APBD dilakukan secara tertib, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab dengan memperhatikan kepatutan dan proporsional antar daerah dan manfaat untuk masyarakat. Artinya, pemerintah daerah sebagai penyelenggara layanan publik boleh menggunakan anggaran untuk meningkatkan kualitas kinerja, tetapi tidak boleh lupa dengan kebutuhan rakyatnya karena masyarakat adalah tuan anggaran,” pungkasnya.
Penulis : Zainal Abidin