EKONOMI DAN BISNIS

APBN 2020 Tidak Aman, Pemerintah Harus Hati-Hati

35
×

APBN 2020 Tidak Aman, Pemerintah Harus Hati-Hati

Sebarkan artikel ini
ft. ilustrasi

 

petajatim.co, Jakarta – Akhir akhir ini para pengamat ekonomi memprediksi ekonomi Indonesia akan tertekan dan mengalami perlambatan yang cukup serius, oleh karena itu harus diwaspadai dan dicermati dengan bijak.

” Kita harus waspada dan hati hati lantaran resesi ekonomi sudah terjadi di beberapa negara di dunia,” ujar pengamat pangan dan kebijakan  publik Wibisono,SH,MH kepada petajatim.co, Jumat (4/10) sore.

Kendati begitu, ia belum bisa meramal seberapa besar potensi perlambatan ekonomi Indonesia ke depan, terutama akibat tertekannya penurunan pertumbuhan ekonomi global. Ia hanya meminta publik bersabar menunggu data pasti pertumbuhan ekonomi yang di rilis dari Badan Pusat Statistik (BPS).

Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan pemerintah mengantisipasi berbagai tekanan ekonomi global melalui sejumlah kebijakan. Salah satunya, kebijakan fiskal melalui pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Menurutnya, pengelolaan APBN perlu dilakukan secara hati-hati agar pemerintah bisa mempertahankan target defisit anggaran yang rendah. Sebab, indikator ini merupakan salah satu daya tarik bagi investor agar mau mengalirkan modalnya ke dalam negeri.

Lebih lanjut, investasi dibutuhkan untuk mendorong perputaran roda industri dan ekonomi secara keseluruhan. Tak hanya itu, minat investasi juga dijaga dengan menciptakan iklim usaha yang kondusif.

Sesuai proyeksi pemerintah, pendapatan negara pada akhir tahun nanti diharapkan bisa mencapai Rp2.030 triliun atau 93,8 persen dari target APBN yakni Rp2.165,1 triliun.

Sementara itu, belanja negara diproyeksi mencapai Rp2.341 triliun atau 95,1 persen dari targetnya yakni Rp2.461 triliun. Dengan demikian, defisit APBN pada akhir tahun diperkirakan menjadi 1,93 persen dari PDB atau melebar dari target 1,84 persen, ulas Wibi

Selanjutnya wibi menekankan bahwa tekanan ekonomi global harus diwaspadai terutama perang dagang antara Amerika Serikat dengan China hingga konflik geopolitik di kawasan Timur Tengah.

“Itu akan mempengaruhi sentimen dan confidence (keyakinan pelaku pasar) dunia. Dampaknya memang besar ke seluruh dunia,” jelasnya.

Selain itu, saat ini AS juga bersiap untuk menabuh genderang perang dengan Eropa terkait sektor perdagangan. Sebelumnya, AS mengumumkan akan memberlakukan tarif atas impor produk asal Eropa dengan nilai 6,8 miliar euro Eropa atau setara US$7,5 miliar mulai 18 Oktober 2019.

Bappenas Ungkap ungkap Empat Kegagalan Ekonomi kabinet kerja jilid I

Pemerintahan Jokowi- Jusuf Kalla gagal mencapai empat target ekonomi makro yang telah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, tingkat kemiskinan, indeks pembangunan manusia, hingga tingkat pengangguran.

Hal ini diungkapkan oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro usai Sidang Kabinet Paripurna terakhir di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, pada Kamis (3/10/2019).

Pertama, dari sisi pertumbuhan ekonomi. Dalam RPJMN 2015-2019, pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan meningkat mulai 2015-2016. Pada 2017, ekonomi diperkirakan sudah mencapai kisaran 7,1 persen. Lalu, melaju di kisaran 7,5 persen pada 2018 dan 8 persen pada 2019.

Nyatanya, ekonomi domestik hanya mampu melaju di angka 4,79 persen pada 2015, 5,02 persen pada 2016, 5,07 persen pada 2017, dan 5,17 persen pada 2018. Secara rata-rata, pertumbuhan ekonomi baru mencapai kisaran 5 persen. Bahkan, per semester I 2019, ekonomi cuma tumbuh di kisaran 5,06 persen.

Menurut Bambang, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada periode 2010-2014 berhasil lebih baik dari periode 2015-2019 karena didukung oleh tingginya harga komoditas di pasar internasional. Hal tersebut membuat sumbangan ekonomi dari kegiatan ekspor cukup tinggi.

Beruntung, pertumbuhan ekonomi nasional masih berada di atas negara-negara lain. Indonesia, katanya, hanya kalah dari China dan India yang tumbuh di kisaran 6 persen.

Kedua, tingkat kemiskinan. Dalam RPJMN 2015-2019, tingkat kemiskinan diproyeksi menurun ke kisaran 7 persen sampai 8 persen pada penghujung tahun ini. Sementara per Maret 2019, tingkat kemiskinan masih berada di angka 9,41 persen. Bahkan, proyeksi Bambang, kemiskinan hanya akan mentok di kisaran 9,2 persen pada akhir tahun ini.

Ketiga, tingkat ketimpangan alias gini ratio. Semula pemerintah memperkirakan gini ratio bisa mencapai 0,36 pada akhir tahun ini. Namun, per Maret 2019 baru mencapai 0,382.

“Ini belum mencapai, namun terpenting trennya sudah kami bangun. Trennya menjauh atau lebih rendah,” klaimnya.

Keempat, Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Pemerintah semula memperkirakan IPM bisa mencapai 76,3 pada 2019. Sayangnya, IPM baru mencapai angka 71,3 pada akhir 2018. Bambang sendiri memperkirakan capaian IPM Indonesia hanya mencapai 72 pada akhir tahun ini.

Kendati sejumlah indikator meleset dari target, namun menurutnya, pemerintah setidaknya mampu memenuhi target inflasi. Per September 2019, inflasi berada di kisaran 3,39 persen per September 2019. Angka ini berada dalam target RPJMN 2015-2019 di kisaran 3,5 persen sampai 5 persen.

Sementara untuk tahun depan, pemerintah menyiapkan tiga skenario target pertumbuhan ekonomi Indonesia. Pertama, target paling optimistis mencapai 6 persen. Kedua, target optimistis sebesar 5,7 persen. Ketiga, target pesimis hanya di kisaran 5,4 persen.

” Saya berharap Pemerintah berkomitmen memperbaiki kebijakan ekonomi Indonesia dalam menghadapi tekanan global, dan sampai akhir tahun dengan instrumen fiskal yang bisa menjalankan APBN dengan aman dan baik ,” pungkas Wibisono.

(jok)