Penulis : Harvick Hasnul Qolbi, Bendahara PBNU
PETAJATIM.co, – Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbeda dengan perusahaan swasta lainnya dalam teori ekonomi neo klasik hanya sekedar mengejar keuntungan sebesar-besarnyanya. Namun perusahaan milik negara tersebut juga mempunyai fungsi melaksanakan kewajiban sosial, serta berperan penting dalam penyelenggaraan perekonomian nasional menuju kesejahteraan masyarakat seperti tertuang dalam UU No 19/2003 tentang BUMN.
Tanggungjawab moral pelaksana BUMN tidak mudah, karena memikul dua beban sekaligus. Yakni tanggung jawab moral merupakan suatu panggilan hati nurani setiap individu untuk berbuat baik dan benar. Panggilan hati nurani tersebut mesti dituangkan dalam satu tata aturan yang kemudian menjadi kode etik ketika hendak diterapkan dalam suatu organisasi.
Kode etik adalah ruh dari profesionalitas dalam perusahaan untuk diterapkan dan diimplementasikan. Karena syarat menjadi insan BUMN adalah mempunyai kemampuan dan panggilan hati nurani untuk melaksanakan dua kewajiban sekaligus. Insan BUMN (Direktur dan Komisaris) harus menyadari kemampuannya dalam mengelola perusahaan agar memperoleh profit sekaligus juga memiliki kewajiban sosial.
Tugas insan BUMN adalah memastikan seluruh aktifitas di dalam perusahaan menjadi efektif dan efisien. Dalam arti efektifitas perusahaan akan berdampak terhadap growth (pertumbuhan) dan sustainability (berkesinambungan) .
Sedangkan efisien berarti secara umum semua aktifitas perusahaan dapat mengoptimalkan aset dan tidak melakukan pemborosan/inefficiency.
Apabila kegiataan-kegiatan perusahaan sudah berjalan efektif dan efisien, maka BUMN tidak perlu khawatir dengan adanya penugasan, seperti Public Service Obligation (PSO). Sebab dalam eksekusi penugasan PSO harus dipastikan berjalan secara efisien.
Dalam kondisi riil BUMN hingga saat ini masih banyak yang tidak efisien, dan apabila ada penugasan PSO malah makin tidak efisien. Bahkan BUMN yang rugi ketika diberi penugasan seringkali tidak punya sense of efficiency karena menganggap sudah terlanjur merah/negatif. Ironisnya sampai akhirnya perusahaan plat merah itu tidak punya modal dan asset lagi.
Sejauh ini insan BUMN tidak mempunyai target dan tanggung jawab yang mengikat selama tidak (terbukti) korupsi. Hanya sekedar diancam dengan pemecatan kalau kinerjanya buruk, sehingga berdampak terhadap performa insan BUMN tidak punya motivasi untuk bekerja lebih profesional. Karena bagi mereka punishment berupa pemecatan tidak membuat efek jera, sehingga terus melakukan pemborosan keuangan negara tersebut. Sekarang saatnya BUMN membuat kode etik atau dalam istilah Eric Tohir Kepmen Akhlaq untuk meningkatkan performa BUMN.
Lebih dari soal aturan kode etik adalah yang dibutuhkan role models (contoh tauladan) dari jajaran BUMN dan KBUMN. Saatnya sekarang para petinggi BUMN menunjukan akhlaq yang baik dalam memajukan BUMN. Salah satunya dengan bersikap Tawazun/seimbang dalam kepentingan komersial meraih untung dan kepentingan sosial membantu sesama.
Editor : Heru Ruham Pimred Petajatim.co