petajatim.co, Sumenep – Gagalnya Pemkab Sumenep dalam merencanakan pembangunan Bandar Udara (Bandara) yang digagas sejak 2015 lalu di Pulau Kangean, ternyata masih menyisakan polemik dan permasalahan.
Padahal sebagian lahan sudah ada yang dibebaskan dengan cara bayar dimuka atau down payment (DP) oleh pihak Pemkab Sumenep. Namun ternyata rencana itu rupanya gagal dibangun, dengan alasan areal lokasi tersebut tidak cocok dan harus mencari lokasi baru.
Pada saat itu sudah disepakati bersama pembangunan bandara di di Desa Paseraman Kecamatan Arjasa , Pulau Kangen, Sumenep. Bahkan pemilihan lokasi telah sesuai dengan Feasibility Study (FS) atau studi kelayakan.
Rencana itupun berlanjut dengan realisasi anggaran Rp 8 Milyar ditahun 2015 lalu, untuk rencana pembebasan lahan seluas 7 Hektar dengan dipatok harga Rp 10.000 permeter.
Secara keseluruhan di masa itu, landasan pacu membutuhkan luas lahan 18 Hektar dengan anggaran biaya Rp 19 Milyar yang bersumber dari Dana APBD.
Untungnya, ditahun itu hanya terserap 1 Milyar untuk pembayaran pembebasan lahan milik warga Desa Paseraman Kecamatan Arjasa dan sisanya dikembalikan ke Kas Daerah (Kasda).
Ironisnya, lahan tanah yang sudah dibeli oleh pihak Pemkab kepada warga tersebut ternyata masih statusnya Tanah Negara (TN).
Kepala Dinas Perhubungan Sumenep, Agustiono, membenarkan terkait permasalahan itu, pembayaran pembebasan lahan menurutnya sudah direalisasikan dengan menghabiskan dana Rp 700 Juta dengan luas lahan 7 Hektar, namun sisa anggaran dikembalikan ke Kasda yang diserap dari dana APBD.
Disentil masalah status kepemilikan lahan, Agus memaparkan, kalau lahan yang di miliki oleh warga tersebut masih status tanah negara yang dibeli oleh Pemkab kepada para pemilik atau penggarab lahan.
“Saat ini saya masih mengajukan permohonan kepemilikan lahan itu kepada Badan Pertanahan Nasional (BPN),” pungkasnyaa. (ardy/her )