petajatim.co, Sampang – Kebijakan pemerintah membuka keran impor garam industri sebesar 2,9 juta ton menimbulkan gejolak, mengingat harga garam selama musim hujan malah terjun bebas. Bahkan terhitung mulai 2019 hingga memasuki 2020, harga garam rakyat semakin anjlok, sehingga memukul para petani garam di Sampang.
Langkah pemerintah mengeluarkan keputusan Impor garam tersebut, berdalih karena garam sebagai bahan baku sangat dibutuhkan untuk memenuhi industri manufakfur.
Namun Ketua Asosiasi Petani Garam Rakyat Indonesia (APGRI) Mohammad Jakfar Sodikin, menuding kebijakan impor garam itu terlalu dipaksakan dan tidak berpihak terhadap nasib para petani garam. Karena imbas dari impor garam tersebut mengakibatkan anjloknya harga garam.
“Jika alasan pemerintah impor garam untuk memenuhi Industri manufaktur, saya kira itu terlalu mengada-ada. Tolong tunjukkan kepada pemerintah industri apa yang tidak bisa memakai garam rakyat,” ucap Jakfar dengan nada kesal, Minggu (23/2/2020).
Pria kelahiran Kecamatan Pangerangan, Sampang itu mengungkapkan, garam rakyat memang tidak bisa untuk bahan baku Chlor Alkali Plant (CAP), farmasi dan Pulp n Paper.
“Namun untuk kebutuhan industri lainnya bisa disupplay dari garam rakyat, tentunya dengan diolah terlebih dahulu di pabrik pengolahan garam,” tuturnya.
Lebih jauh ia menyatakan, sekarang harga garam rakyat di Sampang tertinggi di collecting point di atas truk untuk jenis KW 1 kisaran Rp 450/kg, sedangkan KW 2 hanya Rp 350/kg. Tentu saja dengan harga itu jauh dari Harga Pokok Penjualan (HPP) garam rakyat untuk KW 1 dipatok sebesar Rp 900 hingga Rp 950 per kg.
“Menyikapi permasalahan tersebut, kami akan mengambil langkah mengirim surat sekali lagi kepada pemerintah pusat agar menetapkan garam sebagai barang penting dan ditetap dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 71 Tahun 2015, tentang Penetapan dan Penyimpanan Harga Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Intinya kami minta pemerintah mengevaluasi kembali kebijakan impor dan penetapan harga garam tersebut,” tandasnya.
Sementara itu Kepala Bidang (Kabid) Perikanan Budidaya Dinas Perikanan Sampang, Moh Machfud mengatakan, dampak dari anjloknya harga garam mengakibatkan luas lahan tambak garam di Sampang mengalami penyusutan yang cukup signifikan. Semula luasnya mencapai 4.382 hektare kini menyusut menjadi 2.800 hektare.
“Stabilitas harga garam yang cenderung tidak stabil bahkan sering turun, sangat berpengaruh terhadap ketersedian luas lahan tambak garam. Sehingga petani memilih tambak garamnya dialih fungsikan Pasalnya manakala harga garam kurang menjanjikan, mayoritas pemilik tambak menjadi kawasan usaha yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi, semisal gudang, pertokoan, perumahan dan lain sebagainya,” pungkas Mahfud. (her)