POLITIK

Ketua ADP : Penundaan Jadwal Pilkades di Sampang Merongrong Demokrasi

468
×

Ketua ADP : Penundaan Jadwal Pilkades di Sampang Merongrong Demokrasi

Sebarkan artikel ini
Ketua ADP Muhammad Mohni (baju hitam) didampingi Pembinaan Muhammad Fauzi saat menjawab pertanyaan wartawan.

PETAJATIM.co, Sampang – Rencana penundaan jadwal Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) di Kabupaten Sampang banyak menyita perhatian masyarakat. Sejumlah kalangan pun menyoroti rencana tersebut. Tak terkecuali para aktivis yang tergabung dalam Aliansi Damai Pantura (ADP).

ADP menilai jika penundaan jadwal pemilihan Kepala Desa yang direncanakan pemerintah itu merongrong demokrasi di Sampang.

Ketua ADP Muhammad Mohni mengatakan, bahwa Surat Edaran (SE) Mendagri Nomor 141/4528/SK tertanggal 10 Agustus 2020 tentang penundaan Pilkades Serentak sampai selesainya pelaksanaan Pilkada Serentak merupakan saran yang tidak mengikat.

Saran itu bersifat fleksibel dan pertimbangan, bukan mewajibkan. Posisi Surat Edaran Mendagri dapat dilihat dari sisi positif yang jika dilihat, maka bisa menjadi pengurangan penyebaran virus Corona di beberapa wilayah.

“Pada dasarnya SE Mendagri lebih kepada bagaimana Mendagri Tito Karnavian mengingatkan protokol kesehatan dalam Pilkades,” kata Mohni usai acara buka puasa bersama ADP di Kecamatan Tanjung Bumi Bangkalan pada Jumat (23/04/2021).

Ia mengingatkan kepada pemerintah agar konsisten dalam membuat kebijakan dan peraturan terutama soal pelaksanaan Pemilu di berbagai macam tingkatan.

Jika persoalan berkumpulnya karena mengurangi penyebaran virus Covid-19, kenapa Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) pada Desember 2020 tetap dilaksanakan.

“Kalau alasan Pemkab Sampang menunda Pilkades 2021 ini karena Pandemi, pertanyaanya kenapa daerah lain seperti Bangkalan bisa tetap menggelar, padahal di sana juga Pandemi,” ucapnya heran.

Mohni mengungkapkan, banyak masyarakat yang kecewa dengan adanya rencana penundaan Pilkades. Apalagi kalau ditundanya itu sampai 2025 mendatang.

Mohni menilai, pelaksanaan Pilkades sepenuhnya adalah tanggungjawab dari bupati. Jika penundaan saat ini terkait dengan adanya wabah Covid-19, Mohni mempertanyakan mengapa kegiatan di tengah masyarakat yang juga berpotensi mengumpulkan masa dan menimbulkan kerumunan tetap diizinkan dengan syarat mematuhi protokol kesehatan.

“Apa bedanya kerumunan diacara pernikahan atau orkes dengan kerumunan di Pilkades. Pemerintah jangan plin-plan dalam membuat sebuah kebijakan, agar masyarakat tidak bingung dan merasa dipermainkan,” tambahnya.

Adanya berbagai permasalahan kompleks yang ada di desa, tambah Mohni, seharusnya menjadi acuan untuk Pilkades segera dilaksanakan. Bukan berarti menilai Pejabat sementara (Pj) dari Kepala Desa kurang baik, hanya saja penyelesaian masalah di desa akan lebih optimal jika langsung ditangani kades.

Disinggung terkait pembengkakan biaya jika Pilkades tetap dilaksanakan tahun ini, Mohni engggan untuk menjawabnya. Hanya, dampak dari pengunduran jadwal pemilihan, membuat biaya yang dikeluarkan membengkak empat kali lipat. “Kalau seharusnya ngeluarin Rp 10 miliar, sekarang menjadi Rp 40 miliar,” kata Mohni sembari tertawa.

Mohni berharap, dengan adanya rencana penundaan Pilkades ini, pemerintah tidak sedang mempermainkan dan memanfaatkan situasi dan kondisi untuk memperdaya masyarakat. Mengingat, Pilkades adalah pesta demokrasi yang ditunggu-tunggu masyarakat di setiap desa.

“Dalam hal ini kami masih menunggu keputusan Draf penundaan Pilkades yang diajukan ke Mendagri. Kalau keputusannya sudah keluar kita akan lakukan kajian, kalau misalkan keputusan itu dirasa tidak pro rakyat maka kami akan bergerak bersama rakyat,” pungkasnya.

Penulis : Zainal Abidin
Editor : Heru