NASIONAL

Kontroversi, DPR dan Pemerintah Sepakat Kaji Ulang Pasal KUHP Terkait Pers

33
×

Kontroversi, DPR dan Pemerintah Sepakat Kaji Ulang Pasal KUHP Terkait Pers

Sebarkan artikel ini
Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (ft. Humas DPR RI)

 

 

petajatim.co, Jakarta – Menimbulkan kontroversi dan sorotan publik, DPR bersama Pemerintah akhirnya sepakat akan mengkaji ulang  berbagai pasal dalam RUU KUHP, termasuk pasal-pasal yang berpotensi menghalangi kebebasan kehidupan jurnalistik dan pers, sebagai pilar ke empat demokrasi.

“ Kemerdekaan pers adalah prasyarat utama bagi tumbuh kembangnya kehidupan demokrasi di Indonesia.  Karenanya, tak mungkin DPR RI mematikan gairah jurnalistik. Apalagi saya juga masih tercatat sebagai wartawan. Jikapun ada pasal-pasal yang dianggap berpotensi menghambat pertumbuhan insan pers, DPR RI siap membuka pintu dialog selebarnya,” kata Ketua DPR RI Bambang Soesatyo, saat menerima perwakilan Dewan Pers, PWI, AJTI, AJI, LBH Pers dan LDPS, di Posko PAM Obvit, DPR RI, Senin (24/9).

Disampaikan Bamsoet, demikian akrab disapa, sejumlah pasal yang saat ini menjadi sorotan insan pers antara lain Pasal 219 Tentang Penghinaan Terhadap Presiden, Pasal 241 tentang Penghinaan Terhadap Pemerintah, Pasal 247 Tentang Hasutan Melawan Penguasa, Pasal 262 Tentang Penyiaran Berita Bohong, Pasal 263 Tentang Berita Tidak Pasti.

Selain itu sejumlah pasal lain juga menuai kecaman dari insan pers seperti Pasal 281 Tentang Penghinaan Terhadap Pengadilan, Pasal 305 Tentang Penghinaan Terhadap Agama, Pasal 354 Tentang Penghinaan Terhadap Kekuasaan Umum atau Lembaga Negara, Pasal 440 Tentang Pencemaran Nama Baik, serta Pasal 446 Tentang Pencemaran Orang Mati.

Nantinya, sebut Bamsoet, Komisi III DPR RI sebagai leading sector dalam pembahasan RUU KUHP, bisa memanggil Dewan Pers, PWI, AJI, AJTI, LBH Pers, dan organisasi pers lainnya, untuk menyerap lebih lanjut aspirasi mereka. Termasuk juga perwakilan pers bisa mengetahui lebih jauh latar belakang hadirnya  pasal-pasal tersebut, sehingga pers tidak berburuk sangka kepada DPR RI.

“ Harus dibangun dialog yang saling mencerahkan antara DPR RI dengan Pers., sehingga tidak ada dusta diantara kita,” ujar Bamsoet.

Ditegaskan Bamsoet, hadirnya pasal-pasar tersebut dalam RUU KUHP bukan untuk mengebiri kebebasan berpendapat atau kemerdekaan pers, melainkan untuk menghadirkan kepastian hukum, sehingga tercipta harmoni kehidupan bermasyarakat sehingga tercipta keamanan dan ketertiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

“ Pers juga mempunyai tanggung jawab memberitakan sesuai fakta yang terjadi di lapangan, bukan mengabarkan berita hoaks apalagi propaganda menyesatkan yang bisa mengadu domba rakyat. Perumusan pasal-pasal tersebut akan kita kaji kembali dengan melibatkan insan pers, sehingga niat baik dari DPR dan pemerintah bisa sejalan dengan niat baik pers,” pungkas Bamsoet.

(jk/red)