PETAJATIM.co, Sampang – Aktivis di kabupaten Sampang yang tergabung dalam Aliansi Damai Pantura (ADP) akhirnya melaporkan dugaan kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan jaringan irigasi Waduk Nipah, Desa Tebanah kecamatan Banyuates tahun anggaran 2017 dengan pagu anggaran Rp 13 miliar ke Kejaksaan Agung dan Presiden RI Joko Widodo.
Surat laporan ke Kejaksaan Agung (Kejagung) RI dan Presiden Jokowi dikirim melalui kantor Pos kecamatan Banyuates, Sabtu (26/09/2020).
Ketua Aliansi Damai Pantura M. Muhni mengatakan, Pihaknya melaporkan dugaan kasus tindak pidana korupsi proyek pembangunan jaringan irigasi Waduk Nipah, Desa Tebanah kecamatan Banyuates ke Kejaksaan Agung Republik Indonesia dan Presiden Jokowi.
Sebelum itu, pihaknya sudah melaporkan dugaan tidak pidana korupsi tersebut ke Kejaksaan tinggi (Kejati) Jawa Timur. Tapi hingga kini belum ada kejelasan, pihak Kejati terkesan tidak transparan terkait dengan hasil penyelidikan kasus tersebut.
“Kami berharap Presiden Jokowi, Kepala kejaksaan agung RI, ketua Komisi Kejaksaan RI dan Jaksa Muda Pengawasan (Jamwas) agar ikut menekan Kejati untuk segera melakukan proses penyelidikan dan penyidikan dan lebih transparan,” kata Mohni.
Koordinator Ormas Projo Kabupaten Sampang Varis Reza Malik berharap kepada Presiden Jokowi selaku Pembina Ormas Projo agar turut mengawasi kinerja Aparat Penegak Hukum (APH) dalam mengungkap kasus tersebut.
Pihaknya menemukan indikasi bahwa proyek yang menelan dana Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 13.660.425.000 itu berpotensi mengakibatkan kerugian negara dalam pelaksanaannya.
“Sesuai dengan instruksi dari bapak presiden Jokowi. Ormas Projo harus menjadi mata, kaki dan tangan presiden dalam mengawasi semua program pembangunan dari APBD maupun APBN,” ujarnya.
Ia mengatakan, dugaan adanya tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan proyek tersebut cukup beralasan. Sebab, baru berjalan dua tahun jaringan irigasi sepanjang 700 meter itu sudah rusak. Misalnya, gorong-gorong retak, U-ditch lepas, bagunan dasar ambles dan semacamnya.
Menurutnya, kerusakan tersebut bukan disebabkan karena faktor alam. Melainkan, karena pengerjaanya yang tidak sesuai dengan ketentuan. Pihak kontraktor lebih mengedepankan keuntungan atau hasil yang didapat daripada menjaga kualitas proyek. Akibatnya, usia proyek tidak tahan lama dan mudah rusak.
Dalam Undangan-undang (UU) Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Kontruksi dijelaskan bahwa jaminan mutu bangunan konstruksi itu lamanya mencapai 5 – 6 tahun. “Jadi kalau baru dua tahun saja sudah rusak, Artinya kualitas proyek tidak sesuai dengan standar bangunan pemerintah,” pungkasnya.
Penulis : Zainal Abidin
Editor : Heru