petajatim.co, Sampang – Usulan Fraksi Gerindra DPRD Sampang untuk menaikkan alokasi anggaran dana bencana kekeringan TA 2020 sebesar Rp 1 miliar dipastikan sulit direalisasikan. Mengingat anggaran dana Rp 150 juta yang selama ini digunakan untuk mengatasi bencana kekeringan tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA).
Ketua Fraksi Gerindra, Alan Kaisan menilai, alokasi anggaran dana penanggulangan bencana kekeringan Tahun 2019 hanya Rp 150 juta tidak logis dan tak manusiawi. Pasalnya dengan nilai anggaran yang sangat minim tersebut harus disalurkan kepada 67 desa terdampak kekeringan yang tersebar di 6 Kecamatan.
“Jika dikalkulasikan dana itu untuk membeli air, maka tiap warga rata-rata hanya menerima sekitar 2 liter air selama musim kemarau atau sekitar 7 bulan. Ditambah dukungan armada transportasi hanya 3 unit mobil tangki, sehingga distribusi air bersih menjadi terhambat karena cakupan wilayah terdampak sangat luas, ” ungkap Alan, Jum’at (1/11/2019).
Permintaan alokasi dana bencana kekeringan sebesar Rp 1 miliar itu, menurut anggota Tim Badan Anggaran (Banggar) legislatif itu cukup relevan. Karena dia mengasumsikan dari 67 desa yang menerima bantuan dikalikan dengan jumlah penduduk dihitung rata-rata 2.000 jiwa, sehingga total penduduk mencapai 134.000 jiwa.
“Jumlah warga sebanyak 134.000 jiwa tersebut dikalikan jumlah bantuan sebanyak 100 liter air, itu artinya dibutuhkan sebanyak 13.400.000 liter air. Setelah diketahui kebutuhan air sebanyak 13.400.000 liter kemudian dibagi 5.000 liter air per tanki yakni sebanyak 2.680. Kemudian 2.680 dikalikan Rp 300.000 per tanki total dana yang dibutuhkan mencapai Rp 804 juta, ” paparnya.
Disisi lain, ia menyampaikan program penanggulangan bencana kekeringan untuk jangka panjang yakni berupa pengoboran dan pembangunan tandon. Program tersebut harus di prioritaskan untuk desa atau kecamatan yang memang mengalami kekeringan paling parah. Selain membangun embung atau ceddam sebagai tambahan penunjang.
Sebaliknya Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sampang, Anang Djoenadi menyatakan, untuk dana penanggulangan bencana kekeringan selama ini pihaknya hanya mengambil dari dana cadangan BTT (Belanja Tidak Terduga).
“JadI dana sebesar Rp 150 juta itu kita sesuaikan dengan kemampuan sarana prasarana dan personil BPBD. Karena dananya tidak masuk dalam DPA, mengingat penanganan bencana kekeringan masuk kategori tanggap darurat,” jelas Anang.
Bahkan ia pun menegaskan usulan untuk menaikan alokasi dana bencana baik itu kekeringan maupun bencana banjir pada tahun 2020 mendatang sulit direalisasikan. Karena kegiatannya tidak dianggarkan dalam DPA, tapi hanya masuk dalam BTT.
“Namun usulan dari legislatif tersebut tentu saja akan kita akomodir untuk di tindak lanjuti. Langkah yang kita tempuh berkoordnasi dengan Badan Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aset Daerah (BPPKAD) serta Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Trunojoyo, ” tandasnya. (her)