NASIONAL

Indonesia Negara Terkorup ke 3 Di Asia, Lemahnya Hukum Dan Mahar Politik Jadi Pemicu

474
×

Indonesia Negara Terkorup ke 3 Di Asia, Lemahnya Hukum Dan Mahar Politik Jadi Pemicu

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi (sumber dari pihak ketiga)

PETAJATIM.co, Nasional – Berdasarkan hasil survei lembaga Transparency International, Indonesia menempati peringkat ke tiga negara terkorup di Asia, setelah Kamboja peringkat kedua dan India sebagai peringkat pertama.

Transparency International merilis laporan bertajuk Global Corruption Barometer-Asia, mengelar survei mulai Juni hingga September 2020 dengan melibatkan 20 ribu responden di 17 negara Asia.

Jerry Massie, Peneliti Political and Public Policy Studies menyatakan, penyebab tingginya kasus korupsi di Indonesia ada 3 hal, antara lain, lemahnya hukuman, aturan terkait korupsi yang berubah-ubah, dan sistem mahar politik sudah mengakar yang dijalankan oleh Partai Politik (Parpol).

“Bagaimana mungkin tindak korupsi bisa diberantas, jika UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) 31 Tahun 1999 dan No 20 Tahun 2001 terus dipreteli dan hukuman kerap diringankan? Ditambah kebijakan ajaib, program asimilasi dan pengurangan hukuman atau remisi,” ungkap Jerry Massie, dalam keterangan tertulisnya Senin (30/11/2020).

Menurutnya, salah satu efek jera paling tepat bagi para koruptor ialah diterapkan model perampasan kekayaan, dengan kata lain memiskinkan para koruptor atau menerapkan hukuman mati, tak ada remisi baru dan keluarganya tak bisa masuk pemerintahan.

“Selama hukuman masih ringan dan kebijakan lemah serta berubah-ubah, maka jangan mimpi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) kita akan menjadi baik,” tukasnya.

Ia mengutarakan keheranannya, karena di tengah pandemi masih sempat-sempat lagi korupsi. Untuk itu perekrutan kepala daerah jangan mantan napi koruptor. “Maling sangat sulit bertobat, pembunuh lebih cepat bertobat,” sindirnya.

Ia juga menyoroti moralitas Mahkamah Konstitusi (MK) yang patut pertanyakan, karena lembaga Yudikatif itu membolehkan koruptor ikut Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). Padahal dari survei yang dilakukan ke sejumlah negara, tidak menjumpai para koruptor bisa jadi pejabat.

Termasuk pula UU No 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (Parpol) dan No 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas UU Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Parpol, perlu juga direvisi. Karena dalam ketentuan itu nantinya para koruptor tak bisa dicalonkan mulai sebagai Kepala Daerah sampai Presiden.

“Jadi negara sebetulnya yang harus turun tangan. Jika tidak, saya prediksi Indonesia bisa berada di peringkat 1 di Asia pada 2021 atau 2022 nanti,” ucapnya.

Ia menyampaikan, jika menginginkan pemerintahan yang bersih indikatornya sederhana, yakni cari pemimpin yang jujur juga bukan manusia serakah serta freedom from financial. Mengingat kasus gratifikasi dan suap sangat menonjol di negeri ini.

“Negeri ini semua bisa dibikin fiktif, mulai Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) sampai laporan Makan Minum (Mamin). Persoalannya, birokrasi dan korporasi kerap bersekongkol yang disebut Kleptokrasi. Lebih parah lagi dana sebanyak Rp 252 triliun pada 2020 terparkir di bank. Biasa akan di ambil bunga bank. Saya pikir Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tahu akan ini tapi kenapa tak ada tindakan.

Dia menekankan, sebaiknya bikin aturan jika ada pelanggaran dan penyimpanan administrasi mulai dari Daftar Isian Pelaksana Anggaran (DIPA), Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Alokasi Umum (DAU) diperkecil atau ditunda pencairannya.

“Secara persentase tingkat penyuapan di India mencapai 39 persen, di Kamboja 37 persen, dan di Indonesia 30 persen. Jadi Indonesia perlu belajar dari Vietnam, Korea Utara, Taiwan, bahkan China, di mana sejak hukuman mati bagi koruptor diberlakukan maka tingkat korupsi di negara mereka turun jauh,” tutupnya.

Sementara itu Komisi Pemberantasan Korupsi mencatat, sebanyak 300 Kepala Daerah telah terjerat kasus korupsi sejak diberlakukannya Pemilihan Kepala Daerah secara langsung pada 2005 lalu.

“Dalam catatan KPK sejak Pilkada Langsung diterapkan pada 2005, sudah 300 Kepala Daerah di Indonesia yang menjadi tersangka kasus korupsi, 124 di antaranya ditangani KPK,” kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam siaran pers, Jumat (7/8/2020) kemarin.

Penulis/Editor : Heru