petajatim.co, Sampang – Dampak pembangunan kawasan perumahan dan pertokoan di Kabupaten Sampang yang kian pesat. Mengakibatkan lahan produktif pertanian mengalami penyusutan yang cukup signifikan, karena alih fungsi lahan dari pertanian menjadi kawasan pemukiman pertokoan.
Data Dinas Pertanian (Disperta) Sampang menyebutkan, lahan produktif pertanian di Kota Sampang tiap tahun kian mengusut. Dulu luas lahan produktif pertanian seluas 110 ribu hektare, namun kini telah menyusut menjadi 99.743 hektare. Dengan rincian, lahan tegal 79.159 hektare, sawah tadah hujan 15.527 hektare dan sawah pengairan atau irigasi 5.012 hektare.
Ironisnya, akibat ulah para pengembang atau developer yang makin agresif membangun perumahan di atas lahan produktif tersebut, nampaknya Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, tidak ada upaya untuk melakukan perlindungan atau penyelamatan terhadap aset lahan pertanian yang produktif tersebut.
Indikasinya, sampai sekarang belum ada payung hukum berupa Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Sehingga, pengawasan terhadap alih lahan belum bisa dilakukan oleh OPD terkait.
Padahal, Badan Perencanaan Pembangunan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Sampang dan Disperta, sudah melakukan pendataan lahan produktif di semua wilayah pertanian sejak 2017 silam. Tapi sampai sekarang data tersebut tidak pernah di keluarkan ke publik.
Plt Kepala Disperta Sampang, Suyono, ketika ditanya terkait tidak ada payung hukum dalam melindungi lahan produktif. Ia menjelaskan, bahwa pembentukan Perda perlindungan LP2B membutuhkan waktu maksimal 2 – 3 tahun. Sebab, sebelum itu perlu dilakukan pendataan terhadap Kebutuhan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (KLP2B) terlebih dahulu.
“Sebelum LP2B ditetapkan, maka kita harus melakukan pemetaan ulang dan kajian potensi lahan,” terang Suyono. Selasa (17/09/19).
Menurut Suyono, sebenarnya pendataan lahan produktif pertanian sudah mulai dilakukan sejak 2017 lalu. Dari 14 Kecamatan, lanjut dia 7 di antaranya sudah didata. Namun diakuinya untuk tahun ini pendataan tidak dilakukan karena tidak ada anggaran untuk program pendataan lahan produktif pertanian.
“Kami telah mengajukan anggaran sekitar Rp 300 juta, untuk melakukan pendataan lahan produktif pertanian di tujuh kecamatan lainnya, pada tahun 2020 mendatang,” terangya.
Pihaknya menargetkan, pembentukan Perda Perlindungan LP2B akan tuntas pada 2021. Dinas sudah berkoordinasi Kami akan berkoordinasi dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan konsultan untuk melakukan pendataan.
“Jika Perda sudah terbentuk, maka masyarakat atau pengembangan tidak boleh mendirikan bangunan di lahan produktif,” tegasnya.
Kendati LP2B belum ditetapkan, pihaknya mengklaim bahwa ketersediaan lahan produktif pertanian di Sampang masih aman. Rata-rata lahan produktif yang beralih fungsi menjadi kawasan perumahan dan pertokoan merupakan lahan tadah hujan. (nal/her).